Penulis : ARIANTI Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Parepare
OPINI -- Mencerminkan kompleksitas peran mahasiswa dalam menavigasi dua dunia yang seringkali saling berseberangan: pendidikan formal dan keterlibatan dalam aktivisme sosial. Dalam pembahasan ini, kita akan mengeksplorasi beberapa tantangan utama yang dihadapi mahasiswa ketika mereka berusaha menyelaraskan kewajiban akademis dengan aspirasi perubahan sosial.
Pertama, mahasiswa sering kali dihadapkan pada tekanan jadwal yang ketat dan tuntutan akademis yang tinggi. Pendidikan formal memerlukan fokus dan dedikasi yang signifikan, menyisakan sedikit waktu bagi mahasiswa untuk terlibat dalam aktivisme sosial. Tantangan ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana mahasiswa dapat menemukan keseimbangan yang tepat antara kedua bidang ini tanpa mengorbankan kualitas pendidikan mereka
Di sisi lain, aktivisme sosial menuntut waktu, energi, dan dedikasi penuh. Mahasiswa yang ingin memperjuangkan perubahan sering kali dihadapkan pada dilema etis: apakah mereka harus mengutamakan pendidikan mereka atau menyuarakan isu-isu sosial yang dianggap penting? Ini adalah tantangan serius yang dapat memengaruhi perkembangan profesional dan kehidupan pribadi mereka.
Tantangan lainnya adalah bagaimana mahasiswa menanggapi tekanan dari berbagai pihak, termasuk dari lingkungan akademis dan masyarakat. Beberapa pihak mungkin meragukan nilai aktivisme sosial mahasiswa, menganggapnya sebagai gangguan terhadap proses pendidikan formal. Ini bisa menciptakan ketegangan internal dan eksternal yang mempersulit upaya mahasiswa untuk menjadi agen perubahan.
Namun, di tengah tantangan ini, perlu diakui bahwa banyak mahasiswa yang berhasil mengatasi segala rintangan. Mereka menunjukkan bahwa pendidikan dan aktivisme sosial dapat saling melengkapi, memperkaya pengalaman belajar mereka. Mahasiswa yang mampu menemukan keseimbangan ini dapat membawa perubahan positif baik di lingkungan kampus maupun dalam masyarakat luas.
Dalam konteks ini, institusi pendidikan juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung mahasiswa yang ingin berperan aktif dalam aktivisme sosial. Pembelajaran harus lebih terbuka terhadap isu-isu sosial, memberikan ruang bagi diskusi dan aksi nyata. Dukungan dari dosen dan administrasi kampus juga menjadi faktor kunci dalam memfasilitasi keterlibatan mahasiswa dalam aktivisme sosial.
Keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan tantangan ini juga dapat diukur dari dampak positif yang dihasilkan oleh upaya mereka. Misalnya, apakah aksi aktivisme mereka berhasil membawa perubahan atau menciptakan kesadaran masyarakat? Ini menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan integrasi antara pendidikan dan aktivisme sosial.
Tentu saja, tantangan ini juga membuka ruang untuk pertanyaan filosofis tentang peran sejati pendidikan dan bagaimana mahasiswa dapat menjadi agen perubahan yang efektif. Apakah pendidikan seharusnya hanya berfokus pada pemberian pengetahuan atau juga menciptakan warga negara yang kritis dan bertanggung jawab?
Dengan demikian, opini ini mencerminkan kerumitan dan dinamika hubungan antara pendidikan dan aktivisme sosial dalam kehidupan mahasiswa. Meskipun penuh dengan tantangan, integrasi kedua bidang ini memiliki potensi untuk membentuk mahasiswa menjadi individu yang berpendidikan, peka terhadap isu-isu sosial, dan mampu mengambil peran aktif dalam perubahan positif.
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. LPM Red Line tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.