Notification

×

Iklan

Iklan

Menyoal Kasak-Kusuk UKT di Tengah Pandemi

May 11, 2020 | 6:43:00 PM WIB | 0 Views Last Updated 2024-11-24T03:11:29Z
Suwardi Wakil Ketua Senat Mahasiswa IAIN Parepare 11 Mei 2020


Penulis: Suwardi

OPINI-- Pendidikan salah satu sektor yang berdampak akibat pandemi Covid-19, terutama terkait uang kuliah tunggal yang kini menimbulkan polemik. Penderitaan tidak hanya dialami yang kena virus mematikan, ada dampak turunan yang menjadi perhatian publik yang dimana turunnya daya beli atau ekonomi.Termasuk untuk memenuhi kewajiban kita sebagai mahasiswa, yakni hajat pendidikan yang menjadi garda terdepan anak bangsa, namun semangat juang  tak boleh berhenti walau di tengah jeritan pandemi.

Tidak sedikit mahasiswa yang mengalami kesulitan hidup apalagi ditengah pandemi Covid-19 yang mengharuskan work for home.  Pembelajaran daring memberikan dampak pelemahan ekonomi wali. Mahasiswa juga tidak dapat mengakses dengan baik pelayanan akademik, sarana prasarana, dan fasilitas kampus. Kebijakan paling efektif adalah memotong beban biaya uang kuliah tunggal (UKT) karena dalam keadaan seperti ini, seharusnya pimpinan kampus mampu mengeluarkan kebijakan yang meringankan beban mahasiswa, baik psikologi maupun ekonomi.

Secara hierarki dalam kondisi seperti ini mau tidak mau, suka atau tidak suka pemotongan UKT harus ditunaikan. Proses kuliah daring membuat mahasiswa resah dengan berbagai keluhan yang diterapkan beberapa dosen yang kurang jelas, tugas yang berlebihan, pengeluaran yang membludak untuk pembelian kouta internet, jaringan yang tidak mendukung, bahkan kesehatan mata yang mulai terganggu karena menatap layar HP dari pagi bahkan sampai malam hari untuk menyelasaikan aktivitas perkuliahan.
Tidak semua mahasiswa mempunyai kecukupan ekonomi, apalagi mahasiswa yang berada di kampus-kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Tidak ada Covid-19 saja, tiap semester banyak diantara mereka yang mengajukan cuti akademik bahkan putus kuliah.

Pertanyaannya adalah apakah pendidikan sebagai jantungnya pencetak generasi bangsa ke depan harus berhenti dan baru eksis lagi setelah Covid -19 selesai? Apa yang harus dilakukan oleh para pemegang kebijakan, penentuh arah PTKI? Apakah itu PTKIN ataukah Kementerian Agama. Khususnya Direktorat Jenderal Pendidikan Islam ataukah Rektor selaku ayah-ayah kaum intelektul mahasiswa. Tentu bukan pilihan pertama yang elok untuk kita lakukan. Sivitas akademika Perguruan Tinggi adalah elemen yang harus berada di garda terdepan melakukan keberpihakan terhadap mahasiswanya, terutama pada masa pandemi.

Kendati pun kalangan PTKI telah melakukan berbagai giat sosial, namun masih dirasa belum optimal, karena entitas penting yang menjadi aktor perguruan tinggi, yaitu mahasiswa belum mendapatkan sentuhan yang semestinya akibat menurunnya ekonomi .
Sebagaimana diketahui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tengah memberlakukan Perkuliahan Jarak Jauh ( Daring/Online) melalui surat edaran Nomor:701/03/2020. Pada tanggal 27 Maret 2020 tentang pelaksanaan pembelajaran pada PTKI dalam masa tanggap darurat Covid-19.
Mahasiswa merasa terbebani terutama untuk memenuhi paket data Internet. Mahasiswa berharap agar pimpinan PTKIN  bersama Kementerian Agama untuk melakukan kebijakan pengurangan Uang Kuliah Tunggal.

Berawal dari keluarnya surat edaran Plt. Direktur Jenderal Kamaruddin Amin Penerapan Kebijakan dan Ketentuan Uang Kuliah Tunggal  pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam  ( PTKIN) Tangal 20 April 2020, yang mencabut surat edaran Nomor: B-752/DJ.I/HM.00/04/2020  tentang pengurangan UKT/SPP akibat pandemi Covid-19 tanggal 6 April 2020 kemudian keluarnya surat  edaran Nomor: B-802/DJ.I/PP.00.9/04/2020 Penerapan Kebijkan UKT pada PTKIN yang tidak jadi dikurangi karena adanya perubahan postur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk penanganan Covid-19 yang dimana anggaran dari Kementerian Keuangan untuk Kemenag mendapat pengurangan yang cukup banyak 2,6 Trilyun, untuk Satuan Kerja Dirjen Pendidikan Islam  termasuk PTKIN di pangkas sebesar 2.020.000.000.000( dua trilyun dua puluh milyar) Surat Keputusan UKT dipotong minimal 10 persen dikeluarkan sebelum adanya perubahan postur anggaran pendapatan dan belanja Negara berdasarkan peraturan presiden  Nomor 54 tahun 2020.

Perlu kita memahami bahwa alokasi anggaran di PTKI bersumber dari Rupiah Murni (RM) dan Penerima Negara Bukan Pajak( PNBP). Rupiah murni terdiri dari operasional dan non operasional. Anggaran operasional terdiri dari belanja pegawai dan belanja pemeliharaan perkantoran, sedangkan anggaran non operasional terdiri dari Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri, Beasiswa Prestasi, Beasiswa Bidikmisi dan Beasiswa KIP Kuliah, sementara PNBP merupakan Pendapatan Pendidikan dari hasil bayar UKT.
Perlu diketahui yang dilakukan penghematan adalah hanya dari Rupiah murni diutamakan dari belanja non operasional dan tidak melakukan penghematan pada pendapatan belanja negara bukan pajak didasarkan pada surat Menteri Keuangan Nomor : S-302/MK.2/2020 ungkap dari Rucman Basori, Kasubdit Sarana dan Prasarana Kemasiswaan dan Satgas Covid-19 Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.
Dengan demikian, dengan melakukan Pengurangan UKT tidak akan menjadikan PTKI bangkrut karena ini soal kemanusian. Tetapi jika hal itu tidak dimungkinkan perlu dicarikan kebijakan lainnya.
Hukum kausalitas yang merupakan prinsip sebab akibat karena biaya muncul dikarenakan adanya jasa atau fasilitas, namun klaau kita melihat jasa atau fasilitas kurang maksimal sebab dan akibatnya sarana dan prasarana kurang terpakai sehingga sebagai mahasiswa menuntut direalisasikan UKT didiskon sesuai polemik situasi sekarang.

Sebuah dilema ini harus harus segera dicarikan solusinya, agar mahasiswa merasa nyaman walau di tengah pandemi ini. Ini menjadi komitmen bersama antara PTKIN dengan Kementerian Agama apalagi Rektor  harus pro terhadap mahasiswa karena negara harus hadir akan nasib bangsannya yang sedang membutuhkan pertolongan.
Dengan perjuangan disertai gerakan, nafas perjuangan butuh komitmen konsisten dan totalitas kawal sampai tuntas....
# Hidup Mahasiswa
# Rektor Pro Mahasiswa
# Kampus Bijak

Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi.
LPM Red Line tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update