Notification

×

Iklan

Iklan

Konstruksi Moderasi Islam PMII Menyoal Pandemi Covid-19

Apr 15, 2020 | 8:52:00 PM WIB | 0 Views Last Updated 2024-11-24T04:52:23Z
Ahmad Riecardy (PK. PMII IAIN Parepare)


Oleh : Ahmad Riecardy 

Moderasi Islam adalah dua term yang memiliki kesamaan terminologi. Moderasi menjadi karakter, ciri khas ummat muslim. Sedangkan Islam adalah jalan yang ditempuh untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Memahami sikap moderasi tidak lepas dari pedoman agama islam yakni Al Quran, Hadist dan kreatifitas pemberian makna, pendapat, tafsir dalam hal ini adalah ijtihad para ulama.

Alquran menyinggung moderasi dengan kata wasatan dalam awal surah Al Baqarah ayat 134  "وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا" Wasathan menurut Prof. Quraish Shihab tidak lain adalah ummat penengah atau ummat pilihan. Diperkuat dalam hadist  “Sebaik-baik persoalan adalah yang berada di tengah (khairul umûr ausâthuha").

Sederhananya bahwa nilai-nilai islam wasathiyah senantiasa berdiri tegas dan mengedepankan nilai  maslahah dibanding mudharat. Moderasi Islam sebagai sikap wasathan artinya tidak melampaui batas minimal dan maksimal yakni menempatkan sesuatu pada tempatnya (proporsional).

Prof. Dr. Yusuf Al Qardawi menyebutkan sikap moderasi sepadan dengan sikap tawazun, iktidal dan istiqomah. Selaras dengan nilai-nilai aswaja yang diajarkan di PMII yakni tawasuth (moderat), tawazun (berimbang), ta'adul (adil) dan tasamuh (toleran).

Islam dalam menjawab problem ummat begitu kompleks, relevan dan kontekstual (shalih li kulli zaman wa makan). Untuknya itu perlu memahami kembali konsep dasar dalam aktualisasi moderasi islam disaat pro kontra pandemi agar tetap proporsional menjawab problem masyarakat khusus ditengah kisruh Covid-19.

Hematnya adalah dengan adanya kebijakan physical distancing. Semua aktivitas peribadatan berjamaah telah ditiadakan untuk pencegahan covid-19 berdasarkan anjuran pemerintah dan ijtihad ulama. Disisi lain masjid ditutup, masih ada tempat-tempat hiburan bahkan pasar sebagai pusat paling potensial tersebarnya virus saat ini masih dibuka lebar. Nah kini menuai pro kontra dikalangan ummat Islam.

Pertanyaan adalah bagaimana sikap moderasi kader PMII dalam menyoal kontraversi peribadatan yang terjadi. Implementasi sikap toleran dan moderat kader PMII perlu dituangkan dalam aktualisasi gerakan disaat genting pandemi.

Sedikit merefleksi bahwa sikap moderasi Islam atau konsep keadilan bukan hanya berdasarkan pada kalkulasi matematis. Artinya menutup masjid bukan berarti lokasi-lokasi lainnya diperlakulan dengan merata. Sebab dalam usul fiqh kita kenal konsep "Maqashid Syariah". Maqashid Syariah adalah salah satu bentuk universalitas islam dalam menjawab konteks zaman berdasarkan timbangan maslahat-nya.

Darinya itu kita kenal Hifdzun an nafs yakni menjaga jiwa. Apabila pasar ditutup maka masyarakat tidak akan memperoleh supply komoditas bahan pokok. Sehingga memicu problem sosial ekonomi yang lebih besar lagi seperti minimnya pasokan barang, kelaparan, perubahan perilaku sosial yang munkin lebih represif.

Olehnya itu melihat realitas yang terjadi tidak lepas dari konsekuensi logis atau sebab-akibat yang akan terjadi. Tinggal bagaimana peran stakeholder yang berwewenang sepatutnya lebih piawai memperhatikan resiko-resiko kesehatan yang terjadi dipasar ketika masyarakat melakukan aktivitas jual-beli. Minimal mereka senantiasa menjalankan protokol kesehatan ketika hendak beraktivitas dipasar.

Tidak dipungkiri barisan fatalis dan tekstualis yang nantinya akan menambah konflik horizontal dikalangan masyarakat juga perlu diantisipasi. Mereka secara ideologi ikut meramaikan perjalanan corona di Indonesia. Jargon-jargonnya begitu krusial dan condong membingunkan. Perilaku membenarkan diri dan sikap takfirinya (menyalah-menyalahkan) itu sungguh meresahkan. Acap kali abai terhadap faktor sosial dan tidak mau tahu kebenaran selain yang ada padanya.

Menarik dari ungkapan H. Islamul Haq "Corona dapat membunuh manusia tetapi jangan biarkan corona membunuh kemanusiaan". Perkataan itu bisa menjadi bahan renungan kita terhadap mereka-mereka yang hanya mementingkan diri, egois dan tidak taat pada pemerintah dan aturan yang ada.

Melihat beberapa kasus penolakan jenazah pasien corona dikampung halaman dengan dalih takut terpapar. Sikap over convidence atau reaksi berlebihan demikian tidak sewajarnya dipertontongkan sesama muslim. Menandakan minimnya kepercayaan kita terhadap ahli medis. Notabenenya protokol penguburan jenazah khusus pasien corona tidak lepas dari pendapat-pendapat ulama dan aturan medis yang dijamin aspek kesehatannya.

Sebagai langkah konstruktif bahwa moderasi islam sangat relevan dalam konteks nilai aswaja yang ajarkan di PMII. Kiranya perlu merefleksi kembali gerakan dan pemikiran dalam menyoal pro kontra pandemi. Selayaknya PMII dengan perilaku washatan-nya perlu diaktualkan baik dalam bentuk edukasi maupun aksi dimasyarakat.

Ikhtiar PMII dan sikap moderat bukanlah barang baru diruang diskusi kita. Tinggal bagaimna kita mengupayakan semaksimal mungkin Implementasi gerakan dalam mewujudkan sikap toleransi kita ditengah pandemi mesti dituangkan. Tidak abai dan apatis dengan problem yg krusial.

Sedikit berceloteh "teori tanpa aktualisasi adalah fiksi. Maka mari berkreasi dan tetap ngopi".

Salam pergerakan..!!!

*Tulisan ini merupakan hasil rumusan dari kajian pada hari selasa, 14 April 2020 dengam tema "Moderasi Islam di Masa Pandemi". H. Islamul Haq selaku pemateri dalam kajian tersebut.


Web & IT: Rahmi

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update