Notification

×

Iklan

Iklan

MARI BELAJAR BERUBAH

Mar 29, 2020 | 11:23:00 PM WIB | 0 Views Last Updated 2024-11-24T13:39:52Z
Sumber foto: https://m.beautynesia.id/17604/article/life/4-kumpulan-cerita-novel-cinta-islami-terbaik-ini-dijamin-bikin-penasar

Oleh : Haura Insiyyah

Banyak yang memaknai kegiatan belajar hanya dengan membaca atau menulis buku. Kebanyakan mahasiswa di kampus saya menganggap diri belajar hanya ketika berada di dalam ruangan kelas atau sedang menerima ceramah perkuliahan dari dosen. Lebih dari itu, belajar menurut mereka juga dilakukan hanya saat dosen memberikan tugas membaca bahan kuliah, menulis makalah, dan melakukan tanya jawab saat presentasi materi dengan teman-temannya. Semua itu tidak salah.

Namun kata belajar menjadi sempit maknanya. Banyak faktor yang menjadi penyebab. Salah satunya menurut saya adalah penggunaan kata tersebut oleh orang tua di rumah. Seorang anak sejak kecil diperdengarkan kata belajar minimal hanya ketika mereka akan berangkat sekolah dan saat sedang mengerjakan pekerjaan rumah. Kata belajar disempitkan sendiri oleh lembaga pendidikan awal dimana karakter manusia terbentuk; keluarga.

Ada yang membaca kata Iqra’ pada ayat yang berisi perintah pertama yang turun dalam Al-Qur’an adalah perintah membaca huruf atau aksara atau angka. Padahal saat Jibril turun membisikkan ayat tersebut, Muhammad tidak sedang membaca teks. Jibril datang tidak membawa teks. Jibril hanya mengucap ayat-Nya dan Muhammad diperintahkan merapalkannya. Sampai tiga kali, menurut sebuah riwayat. Maka perintah Iqra’ tidak mesti hanya dimaknai sebagai perintah membaca teks, tapi juga perintah untuk membaca hamparan ayat-ayat qauliyah dan kauniah-Nya. Membaca semesta. Membaca segalanya. Jadi, bukankah lebih tepat kalau kita sepakat saja mengartikan kata Iqra’ itu adalah belajarlah!

Tanpa menafikan urgensi perintah Allah dalam ayat-ayat al-Qur’an lainnya, perintah untuk belajar menduduki posisi yang sangat penting dalam kehidupan. Semua manusia yang hidup pasti belajar karena belajar adalah sebuah usaha memperbaiki kualitas diri. Mengusahakan hidup yang lebih baik. Bagaimana caranya? Banyak. Salah satunya adalah menempuh jalur pendidikan. Pendidikan hadir sebagai usaha sadar manusia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya melalui kelas pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan bermakna memberdayakan. Memberdayakan hanya merupakan salah satu proses dalam belajar. Maka, komersialisasi dalam dunia pendidikan menurut saya kurang tepat disebut dengan komersialisasi pendidikan. Bukan pendidikan yang diperdagangkan, tapi ijazah atau sertifikat hasil belajar. Yang diperdagangkan adalah penggunaan fasilitas, bukan pendidikan!

“Pendidikan itu mahal”, memang benar. Saya sepakat. Tapi ini bukan hanya terkait nominal-finansial. Saya memahaminya lebih dari itu. Kata mahal dalam kalimat tersebut saya tafsirkan sebagai sesuatu yang susah didapatkan atau sulit diraih tanpa kerja keras. Well, saya akan menyederhanakannya. Begini, pendidikan tidak hanya ada pada institusi atau lembaga pendidikan formal saja. Tetapi juga bisa didapatkan secara bebas, dimana saja. Asalkan bekerja keras dalam memperolehnya. Iya, yang dimaksud tidak lain adalah kerja keras dalam melawan kemalasan untuk belajar.

Jadi, belajar sama sekali bukan hanya sebatas duduk mendengarkan ceramah dosen di ruang kelas ataupun sedang mengerjakan tugas makalah di rumah. Belajar bukan cuma membaca buku atau duduk melingkar berdiskusi tentang materi kuliah. Belajar berkenaan dengan stimulus yang masuk melalui indra dan keluar dalam bentuk respon terhadap sesuatu. Belajar bukan sekedar mengamati dan memahami, tapi juga sampai kepada perubahan tingkah laku. Belajar itu memiliki output pada kehidupan. Belajar adalah berubah menjadi lebih baik.

Perubahan adalah keniscayaan. Namun perubahan menuju kebaikan mestinya diupayakan. Ach Dhofir Zuhri dalam Kajian Tafsir Tematik yang diselenggarakan secara daring pada facebook page nuonline (29/03/2020) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan perubahan, dimulai dari 3 hal; bin nafs (perubahan dimulai dari diri sendiri), bil ashgar (perubahan dimulai dari hal-hal yang kecil), bil an (perubahan dimulai dari sekarang). Jadi belajar dapat dilakukan oleh siapapun dengan atau tanpa siapapun, belajar dari hal yang sekecil apapun, dan belajar dapat dilakukan dimanapun.

Bilkhusus, terkadang Allah membuat kita lapar supaya kita belajar bersyukur atas nikmat ketersediaan makanan. Allah mencipta gelap supaya kita belajar bersyukur atas nikmat adanya cahaya. Dan saya yakin perkuliahan online ini ada supaya kita menyadari nikmat perkuliahan tatap muka yang dulu mungkin jarang disyukuri bersama.

Wallahu a’lam bish shawab
#dirumahsaja
TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update