Penulis: Renaldi Mahasiswa Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam Prodi Hukum Pidana Islam |
Petualangan memanggil, Desa Lembanna, Sabtu 24 Agustus 2019. Bawakaraeng memiliki arti bahwa “Bawa” yang berarti mulut dan “Karaeng” yang berarti Tuhan, Gunung Bawakaraeng diartikan sebagai gunung mulut Tuhan. Penganut Sinkretisme di wilayah sekitar gunung ini meyakini gunung Bawakaraeng sebagai tempat pertemuan para wali.
Desa Lembannna adalah Desa yang berada tepat di bawah kaki gunung Bawakaraeng menyuguhkan pemandangan pohon pinus yang mendeskripsikan kesejukan dan ketenangan di kaki gunung, tenda para pendaki dan lentera berdiri menghiasi jajaran pohon, mengihidupkan marwah para petualang. Perjalanan jauh yang melelahkan hingga mengantarkan kaki sampai kepada persinggahan mereka yang terlibat dalam petualangan.
Malam sejuk sentuhan irama nyanyian para pendaki dan canda tawa mengharmoniskan suasana malam itu, begitu panjang peristirahatan hingga kelelahan mengantarkan mata untuk terpejam berpikir untuk meninggalkan segalah pikiran dan fokus membaca dalam kegelapan,….Tenang, tenang dan tenang ketenangan tercipta malam itu, ia betul-betul tenang. Hingga dalam kegelapan terpojoknya pikiran ia mengilustrasikan puncak “Bawakaraeng”.
‘’Cahaya tertutupi kegelapan’’ Zzzzzz sangat panjang….
Pagi yang tersemakan suara kicauan burung dan suara angin menyambut pagi hingga mentari menyisingsing masuk ke sela-sela pohon dan anginpun masuk menusuk kesetiap ruang-ruang tenda menaburkan kesejukan suasana pegunungan, terbangun dari pengaduan panjang membuka kegelapan untuk melihat cahaya kehidupan pagi diluar sana setelah malam panjang yang melelahkan. Pagi pukul 07:23 wib, dibawah rindang pohon pinus dengan kesejukan ruh “Bawakaraeng” aroma pekat secangkir kopi menciptakan kehangatan silahturahmi dengan para petualang berbagi canda berbagi cerita dan berbagi buah apel huuft, pokoknya mantap!!! ”Pagi tiba”
Efisiensi waktu…!!
Terbawa suasana hingga waktu tak terasa begitupun sebaliknya, akhirnya para pendaki berinisiatif mengakhiri cengkrama satu sama lain, ‘’packing” semua alat pradaban terapikan, Carrel 45L siap untuk memungung dan berjalan “para pendaki” mereka saling melempar senyuman dan sentuhan tangan satu sama lain, kata penutup dari mereka, pendaki dari tanah Nusa Tenggara Timur adalah teriakan “semangat kanda”.
Lingkaran yang terbentuk dengan sendirinya oleh alam ia adalah “persaudaraan para petualang” siapapun saudara baginya termasuk alam yang ada disekitarnya, salam persaudaraan yang kental bagi mereka yang menjajaki kaki di daratan tinggi.
Langkah pertama arah Track 1 cukup tenang !!!
Hingga mereka terbiasa dengan jalan yang agak bertangga akan tetapi mengatur pola nafas pun agak susah dengan suasana dingin pegunungan pagi itu,jalur pendakian arah pos 1 dituntun air mengalir deras jika itu musim hujan dan jika musim kemarau air nya tenang, cukup mudah bagi para pendaki untuk melewati jalur ini hingga pos1, beberapa saat berjalan masih pada 98% semangat yang terbakar hingga tiba saatnya para pendaki berada di pos 1.
Pos adalah tempat dimana persinggahan bagi mereka yang lelah dengan perjalanan.
Pos adalah tempat mengisi canda tawa penghapus lelah.
Pos adalah tempat mengisi penuh energi.
Track 1
Pos 1 tersapa dengan senyuman khas mereka para pendaki, beristirahat sembari cross chek kembali carrel meringankan beban berat perempuan yang ikut dalam pendakian itu, perempuan yang ikut dalam pendakian ini hanya seseorang jika terdeskripsikan sosoknya ia laksana samudra awan yang menunggu dipuncak sana keindahan dirinya tak dirasionalkan oleh akal perempuan tangguh yang menemukan jalan kehidupan dipendakian melawan egonya sampai kepada titik kesepakatan dengan naluri alamnya perempuan yang diperhadapkan dua pilihan antara kegiatan kampus atau pendakian bersama para petualang, pertimbangan dalam dirinya ia memilih pendakian hingga menjadi perempuan tangguh dalam petualangan itu.
Cerita panjang mewarnai pos ini hingga kaki mereka mengajak untuk berjalan meninggalkan pos laju nya ritme kaki hingga tak terasa pergerakan begitu cepat menelusuri pos 1 Track landai siapa pun bisa melaluinya datar dengan kemiringan 180 derajat, tak terlepas dengan suara sungai kecil di samping jalur itu jarak yang cukup jauh untuk sampai pada pos 2 berjalan dengan cerita, canda dan tawa tak membuat jalur itu terasa lama hingga pada tikungan persinggahan pos2 plakatnya terlihat sangat jelas dengan dua jalur yang berbeda.
Track 2
Pos 2 tidak ada jeda istirahat dipos ini bagi mereka para pengiat alam, langkah mereka terhenti untuk membaca jalur, arah kanan jalur “Lembah ramma” dan arah kiri “puncak Bawakaraeng” sesuai dengan kesepakatan mereka, tujuan petualangan adalah jalur kiri pendakian, menampakan sebuah pilihan dan membaca tujuan, masih track landai pagi yang berkabut dingin sejuk alami pengunugann walaupun dingin tapi suara-suara lantang mereka mampu membakar dan memberikan kehangatan,raincoat yang membalut tubuh dan berjalan melewati kabut pekat yang membatasi pandangan, pandangan terbatas 100m hingga sinar matahari yang menghamburkan kabut pagi itu,mengikuti jalur yang jelas membekas dengan sepatu-sepatu para pendaki hingga membentuk jalur tanah gundul yang tidak ditumbuhi rerumputan, melewati jalur ini di siang hari mereka disambut ilalang tinggi kiri-kanan jalur yang cukup lama ditempuh sampai pada penghujung track ditutup dengan aliran sungai yang memotong jalur hingga jalur menanjak untuk sampai pada pos 3.
setangkai mawar merah dan taburan cempaka diatas tanah Nusantara mewajantahkan gunung ini.
Track 3
Banyak cerita mistis yang mewarnai pos ini, cerita mistis diarea kawasan Gunung Bawakaraeng sudah tak lazim terceritakan diantara kalangan para pendaki se-sulsel. Mulai dari keberadaan pasar hantu Yang disebut pasar Anjaya sampai cerita mistis lainya, yang tidak diketahui kepastiannya, dari mulut kemulut para pendaki tapi mesti kita yakini bahwa eksitensi sesuatu diluar nalar itu benar-benar ada dan mereka yakini itu sampai kepada titik kepastian hanya Allah azza wajallah yang tahu segalahnya, kesan mistis di pos ini terbumbui oleh cerita-cerita mereka diantaranya “seorang gadis yang bunuh diri di pos 3” Noni, hantu cantik yang baik hati, kisah legenda dari gunung Bawakaraeng. sekitar tahun 1970 atau 1980an selain cantik hantu Noni sering mendaki gunung Bawakaraeng bersama kekasihnya karna keduanya sangat terpesona dengan pemandangan alam, hampir setiap pekan Noni mendaki pada saat itu kegiatan pendakian tentu tak seramai sekarang, karena keseringan mendaki Noni pun memiliki chemistri dengan warga setempat, namun tiba-tiba suatu waktu Noni turun dari kawasan gunung Bawakaraeng seorang diri lalu menuju pemukiman penduduk, wajahnya pucat dan sesekali melotot lalu terdiam, warga pun heran melihat sosok Noni yang tadinya dikenal sebagai periang dan ramah jika bertemu denga penduduk setempat.
Noni yang dilihat itu baru diketahui bahwa ternyata arwahnya yang gentayangan ,diketahui setelah beberapa hari kemudian penduduk mencari kayu didalam kawasan hutan gunung Bawakaraeng mendapati tubuh Noni yang tergantung didahan pohon besar, hingga saat ini kematian Noni tidak ada yang tahu secara pasti cerita penyebab meninggalnya, Noni yang hingap ditelinga para pendaki pun bergam versi, mulai dari gantung diri dipohon bahkan ada yang beranggapan jasadnya sengaja digantung di pohon agar tidak dimakan hewan buas.
Selain cantik, katanya Hantu Noni juga kerap diceritakan sering berbuat baik dan membantu para pendaki, umumnya mereka yang kesulitan, tersesat, kelelahan hebat, dan kehabisan perbekalan, bahkan banyak cerita yang menyebut, Noni sering menemani, membuat makanan, sampai menuntun para pendaki yang tersesat sampai kedesa terdekat di kaki gunung.
Meski demikian cerita mistis gunung Bawakarang masih tetap terjaga, masyarakat setempat pun masih menjaga budaya leluhur setempat salah satunya setiap tahun masyarakat dikaki gunung Bawakaraeng beramai-ramai mendaki hingga kepuncak untuk sholat Jumat saat idul Adha serta ritual 1 Muharram dengan membawa hasil panen dan ternak berupa ayam dan kambing, diatas puncak hewan ternak itu dilepas kemudian menjadi rebutan warga setempat, ritual ini biasanya digelar pada 1 Muharram, bahkan masyarakat setempat meyakini jika seseorang telah mencapai puncak gunung Bawakarang, sama halnya sudah menunaikan haji, mereka percaya bisa berhaji dari puncak gunung seperti halnya berhaji di tanah suci.
(Sumber cerita mistis: pendaki Pandi).
cerita mistis mewarnai track itu hingga para pengujung track 3 selesai dengan tanjakan yang agak menukik.
Track 4
Hutan lumut!! menyambut mereka ditrack ini, dingin terasa mencekam, tanah yang tak tersentuh sinar mentari membuat track lembab dan dingin, kenapa mereka katakan hutan lumut? karena disetiap rentetan pohon sepanjang track ditumbuhi lumut yang lembab, perjalanan panjang di pos ini butuh waktu lama untuk sampai ke pos berikutnya hawa ketinggian sudah terasa di track ini, gelap nya track membuat kesan misterius, pohon yang tak tersapa oleh angin membuat bulu kuduk merinding, ditambah gelapnya track membatasi jarak pandang, kadang para pendaki melintasi track ini dengan mengunakan baju berlapis karena hawa dingin yang menembus kulit dan terdapat prasasti teman pedaki yang meninggal di track ini diberi tanda dengan tumpukan batu mirip seperti pemakaman, para pendaki yang lewat kadang memberikan penghormatan dengan meletekkan sebatang rokok, akan tetapi kali ini mereka memberikan penghargaan dengan mengirimkan sekuntum bunga mawar yang harumnya semerbak doa untuk sesama kawan petualang.
Menelusuri setapak demi setapak jalan dengan pepohonan yang tumbang tapi landai sih cukup mudah terlewati akan tetapi panjang nya track untuk sampai ke pos 5 itu membutuhkan banyak waktu, di track ini mereka bertemu salah satu warga yang sedang meencari segerombolan sapinya sepertinya warga ini sudah paham betul mengenai Gunung Bawakaraeng karena untuk berjalan saja dia hanya mengunakan daypack dan alat komunikasi ala tim sar, anggapan mereka itu tim sar yang lagi nyamar tapi setelah mereka menyapa dan berdialog ternyata warga yang sedang mencari sapinya,
percakapanpun tak terelakkan.
Pendaki : pak, sedang apa?ucap pendaki yang penasaran dengan sosok bapak yang memunggungkan daypack
Warga : ohh, aku sedang mencari segerombolan sapi dek,,! ”kata si bapaknya”
Pendaki : sapi? dengan wajah heran mereka karena sepanjang Track tadi mereka tidak melihat satupun sapi
Warga : iya, sapi, kalian meliahat sapi melintas disini??
Pendaki : tidak, (jawab sipendaki) dari tadi kami tidak melihat sapi pak, (sambil nengok sana sini).
Warga : Sapi saya tiap hari naik Gunung dek cari makan bahkan sampai ke pos 8 tuh,,
Pendaki : hahaha! Bapak serius? tertawa dengan kembanyolan mereka.
Warga : serius ngapain bapak bohong, ucap bapak dengan wajah seriusnya
Pendaki : usht diam, bapaknya serius, jadi bapak tiap hari, naik Gunung?
Warga : iYa,… cari sapi dek, heheheh (bapaknya tertawa)
Pendaki : Kalau gitu pak mari atuhh, (mereka berbincang-bincang disepanjang jalan)
Warga : Kalian dari mana dek?
Pendaki : kami dari pinrang pak,
Warga : wah jauh juga kalian, mendaki di Gunung ini hati-hati aja dek, cuacanya ngak nentu (ucap bapaknya dengan wajah serius)
Peendaki : kalau sumber airnya Pak dimana?
Warga : Kalau air itu biasnya pendaki ambilnya di pos 5 tapi agak turun kebawah lumayan jauh dan terjal,
Pendaki : oh gitu pak, terima kasih (mereka berhenti dipos 5 dan bapaknya melanjutkan perjalananya)
Warga : dek kalau gitu saya duluan yah,,
Pendaki : oh iya pak hati-hati atuh. ,(percakapan mereka terhenti di pos 5)
Hingga akhirnya dipengujung track mereka dijemput oleh tanda pos 5.
Track 5
Mereka tiba di pos 5, teringat pesan bapak yang sedang mencari sapinya “untuk mengambil air kalian harus turun kebawah, agak jauh tapi dibawah itu tempat istirahat yang bagus kata sibapaknya karena dekat dengan sumber air, mereka bergegas turun kebawah, perjalanan kebawahpun agak menjurang hingga mereka menemukan track landai sampai ke sumber air, mengistirahatkan diri dibawah pohon pos 5, sesekali memandang pohon rindang “batinpun” berkata betapa panjangnya jalur untuk mencapai puncak gunung Bawakaraeng. Dengan inisiatif mereka membuka carrel dan mengambil perlengkapan yang ada, menggantung di Hommeck dan seduhan kopi terasa nikmat siang itu, mereka membuka perbekalan, makanan beratpun dinikmati, Pos 5, hari minggu 25 Agustus 2019, setengah perjalanan mulai dari kaki gunung sampai pos ini, pos ini adalah shelter para pendaki, karena sumber penghidupannnya (air), tempat terfavorit pendaki untuk istirahat, (makan, sholat,tidur dan jangan lupa berdoa).
Di pos ini mereka bertemu dengan kelompok pendaki yang turun,pendaki itu dari Sulawesi tenggara berangkat dengan 0 Rupiah, (mabolang-bolang katanya). Mereka pendaki yang sudah menajajaki puncak tidak ingin terlewat info puncak hari itu sapaan hangat pun mereka lontarkan kepada para pendaki dengan kue kacang yang mereka bawa,
“Kang kue kacang”nih, dari mana bang katanya,
dari Sulawesi tenggara..kita iyyya dari manaki ? salah satu dari mereka bertanya dengan logak Makassar,
dari Pinrang,..kang!!!
Para pendaki itu membalas sapaan ke empat orang ini dengan 2 cangkir thai tea yang nikmat.
Istirahat panjang dipos ini !!!
Menarik di pos ini terdapat anjing hitam namaya (labolong), kata para pendaki dia adalah penjaga Gunung bawakaraeng, mereka meberikan makanan, berupa biscuit dimakan oleh labolong anjing yang ramah dengan para pendaki, bulunya lebat warna hitam pekat, anjing ini terkadang mengikuti para pendaki hingga kepos 8,.
Track 6.
Menjadi beban yang cukup berat hingga mental dan fisik sangatlah menjamin dalam sebuah pendakian yang membutuhkan analisis medan dan pembacaan alam, di gunung Bawakarang terdapat cuaca yang sangat tak menentu track yang tadinya panas tiba-tiba dingin diselimuti kabut ketinggian siang itu dan kabut pun kadang-kadang menghilang dengan cepatnya, berjalan menjajaki track ini membutuhkan stamina dan energi karena track yang menanjak memanjakan kaki hingga butuh beberapa persinggahan untuk mendinginkannya terasa hingga ketulang-tulang, mereka sepakat untuk tidak terlalu berambisi dalam mengejar puncak dan agak santai di track ini, perjalanan berlangsung lama hingga tiba di pos inti dari gunung Bawakarang yaitu banyak para pendaki menyebutnya sebagai pos yang mematikan Track 7 hingga sampai pada Track 8 memerlukan banyak stamina dan mengurasnya, untuk naik ke pos ini mereka dibekali mental dan fisik yang prima walaupun di pos sebelumnya terkuras,akan tetapi tekad yang kuat mendorong mereka untuk berjalan langkah demi langkah, mereka tiba dipos 7 dan selamat tinggal track 6, dan selamat datang Track yang mencekam dan membunuh kata para pendaki yang tadi.
Track 7.
Inti sari dari pendakian gunung Bawakaraeng dimulai dari track ini.
Waktu yang terbunuh dengan lamanya Track yang mereka lalui hingga sampai kepada inti sari dari pendakian, menguras energi mereka, jika energi waktu itu harus terkakulasikan, kurang lebih setengah dari 100% untuk sampai kepada track selanjutnya.
‘’Track pembunuh” hawa dingin yang begitu menusuk tajam ke badan dan medan yang cukup terjal karena kiri jurang belum lagi track yang menanjak dan menuruni gunung,mereka memulai pendakian di jalur ini mengistirahatkan diri pun terjadi dipos 7, sebelum mereka berjalan melewati track ini.
Hutan lumut lagi-lagi menyambut kedatangan mereka di jalur yang menyuguhkan pemandangan indah disisi gunung, jalur yang sulit dengan bebatuan dan naik turun gunung, pos 7 hingga sampai ke pos 8 membunuh banyak waktu, waktu mereka habis hingga petang menjemput di track ini, hutan lumut yang mereka lalui track ini tak sehangat track 4, mungkin karena faktor waktu, sore hari menjelang petang membuat hawa dingin itu berkumpul saat itu, raincoat yang tadinya memungung di dalam carrel, keluar membalut tubuh, tak ada setetes keringat di track ini begitu dinginnya kabut, setapak demi setapak jalan pun mereka jajaki melalui track ini, puncak tidak lagi menjadi prioritas. sebuah benturan keras yang mengalun-alun dibenak mereka, waktu benar-benar terbunuh kali ini.
Hingga kegelapan menyambut mereka di perjalan menuju pos 8, membawa satu headlamp membuat ritme perjalanan agak sedikit melambat karena kurang nya pencahayaan, malam itu pukul 18:30 hingga perjalanan mereka harus berhenti di pos 8, dingin tetap konsisten dengan kemandiriannya, kali ini lebih dingin dari dingin dibantu oleh angin malam membuat mereka harus berhenti dipos 8.
Track 8.
Pos 8 pukul 18:30 mereka tiba di pos ini dengan nafas yang mendesa dan asap yang keluar dari mulut menandakan tempat itu dingin sampai 10 derajat sangat dingin waktu itu, kulit tangan yang membiru dan bibir yang memucat menandakan lingkungan tak lagi bersahabat, segera mencari tempat untuk mendirikan tenda, lahan kosong dengan batu besar dibelakangnya, cuaca dindin mengigil malam itu memaksa mereka untuk segera membongkar carrel dan mengeluarkan tenda, tangan yang tak lagi terasa dan kaki pun demikian karena dingin, satu tenda dengan kapasitas 4 orang berdiri tegak malam itu, segera menganti pakaian yang mereka gunakan dari awal penanjakan dengan pakaian baru yang kering agar badan hangat dan terjaga, dipos ini terdapat sumber air, mereka berempat saling membahu untuk membuat kehangatan malam itu,mencari kayu dan menyalakan api hal yang tepat untuk dilakukan dipos ini, untuk saat itu api tak menyala normal karena kayu yang basah oleh embun, kompor portable adalah satu-satunya alternatife untuk menghangatkan tubuh dengan kain polar yang membalut seluruh tubuh sedikit menciptakan rasa hangat dan tenang,sumber air dipos ini membuat mereka mencarinya, agak menurun kebawah dan terjal suara sungai kecil dengan air yang jernih menuntun langkah mereka untuk sampai ke titik air, sesampainya mereka di sugai segera mengisi wadah, mengambil air dibagian atas karena air yang berada dibawah agak keruh, sentuhan pertama pada air membuat tangan mereka seakan-akan membeku, dingin seperti air kulkas, wadah air penuh dan segera beranjak dan meninggalkan sumber air, hawa dingin yang sangat luar biasa dipos ini membuat mereka harus menjaga kehangatan dan keselamatan untuk terhindar dari pembunuh no 1 digunung (Hypotermia), berkumpul didepan tenda meracik makanan dan secangkir kopi, setidaknya menciptakan kehangatan satu sama lain,malam panjang dengan sendagurau, bercerita tentang track yang terlewati.
Terbaring didalam dengan pencahayaan headlamp di langit-lanngit tenda kini walaupun mereka sudah berada di dalam akan tetapi hawa dingin masuk merambat kulit-kulit tenda hingga slepingbag pun terpakai saat itu.dari awal track hingga sampai pada pos 8, track 7 dan 8 lah yang paling menguras stamina mereka. Tertidur di awal malam, kelelahan yang membuat mata tertutup lebih cepat hingga menunggu matahari pagi terbit.
Pagi pukul 05.34, dingin yang membangunkan mereka hawa pagi mencekam saat itu,hingga kabut menutupi sekitar tenda,mencoba untuk keluar, tapi tak terlihat apapun disana, pandangan terbatas, hingga dipaksa untuk tetap berada di dalam, lagi-lagi kompor portable yang harus memberikan kehangatan saat itu, hingga mentari menyingsing dan kabut pun berhamburan,tenda terbuka dan mereka bergegas keluar melihat pos ini di pagi hari, dingin masih membalut tempat ini, menyalakan kompor dan sarapan pagi, merapikan tenda dan packing untuk melanjutkan perjalanan.
Siap dengan barang mereka, carrel pun siap untuk memungung dan turun kehulu sungai mengambil air untuk diperjalanan, kebetulan jalur untuk pos 9 melintasi sungai kecil yang ada dibawah,mereka membuat kesepakatan untuk menyimpan carrel di bagian atas sungai untuk mengurangi beban kepuncak pagi itu, hanya peralatan memasak yang mereka bawah dan air di jergen, cukup menanjak dan lagi-lagi hutan lumut di track menuju pos 9, pendakian di jalur ini mengunakan stamina yang hampir prima karena istirahat panjang malam itu belum lagi beban carrel untuk kepuncak tidak ada lagi,kali ini hutan lumut yang berbeda sinar matahari kini menyentuh tanah akan tetapi dingin masih tetap terjaga pagi itu track yang panjang dan menanjak hingga mereka di pertemukan dengan pos 9.
Siapapun yang menjaga harmoni, dia tidak akan terluka dan melukai, jika antara kita dan lingkungan terjadi disharmoni, bisa dipastikan karena ada yang merusak cara kerja alam dan benturan segera tak terhindarkan.
Menghidupkan naluri, perjalanan ini butuh kesabaran tidak hanya sekedar menundukan ego masing-masing tapi ini tentang pelajaran dan pendalaman karakter diantara mereka, hal yang dapat membuka semua watak adalah perjalanan didaratan tinggi, pembelajaran yang berarti, semua kenikmatan itu didapatkan dengan proses yang lama tak semudah membalikan telapak tangan, mungkin mereka yang sedang bersenang-senang dikota tertidur dikos mengangap bahwa kegiatan pendakian itu hanya sekedar membuang waktu,tapi satu hal yang perlu digaris bawahi adalah tak semua orang mampu sampai kepuncak tak semua orang mampu untuk melakukan perjalanan,menundukan ego dan sampai ketitik yang paling besar dalam hidupnya yaitu puncak kebijaksaan,belajar bijak dari sebuah perjalanan sebagai daya hidup yang menghidupi, mereka yang memberanikan diri dalam perjalanan ini adalah mereka yang terseleksi oleh alam untuk menjadi refleksi yang berhasil dari sebuah perjalanan hidup yang autentik dalam menemukan harmonisasi.
Track 9 mt.Bawakaraeng menyambut mereka, jalur terbuka dengan hamparan tumbuhan eidelweiss yang tumbuh sepanjang jalur, ketinggian gunung pun terasa di track ini dengan hamparan awan yang berada dibawah, track yang membuat ketangkasan kaki mereka diuji secara perlahan, track berbatu untuk sampai ke puncak menuntunnya, jeda yang terbayarkan dengan sejuknya pandangan samudra awan yang mengitari pelawangan.
Berjalan, hingga track landai menuntunnya sampai kepos 10, selangkah mereka sampai kePuncak” tapi berhenti dideretan tanah kosong,secangkir kopi penghapus lelah siang itu.
puncak.
Mereka sampai kepada titik pencapaian akhir dari perjalanan, alam raya menyapanya, segala bentuk ketenangan terealisasikan, naik kepuncak menyiuli para pejalan dengan hamparan samudra awan megelilinginya, ini lah yang di katakan SOK HOK GIE “Dunia itu seluas langkah kaki, jelajahilah dan jangan takut melangkah hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengannya.
“Untuk apa pendakian/untuk membentuk ketanguhan raga/untuk apa tangguh/untuk berbagi kepada sesama/untuk apa pendakian/untuk membentuk ketajaman rasa/rasa untuk apa/untuk menanamkan keberanian/keberanian untuk apa/untuk mengutamakan akhlak dan moral dalam membagun jiwa.”
puncak tidak berbicara tentang ketinggian,dan pengakuan-pengakuan.puncak berbicara tentang pemaknaan.Pergi//Melangkah keluar, melihat kedalam//mengosongkan isi//mengisi kosong//mengetahui ketidaktahuan//mencari pencarian//lalu pulang,//puncak sesungguhnya adalah pulang//
Kepada mereka yang menatap tegak kearah langit
Tanpa waspada kepada awan atau angina-angin pembawa kabar tentang rindu
Aku ingin berkata:
Puncak adalah hal yang tak akan pindah ia disana
Sendiri dan tak butuh apa-apa
Kaulah manusia yang mengejarnya
menangkap dan meninggalkan satu jejak kehidupan yang fana
Jangan meletakkan suatu apapun disana
kecuali sebuah kehidupan yang kau janjikan tuk kau bawa pulang kerumah
Rumah lebih menunggumu dari apapun diluar sana
Kepdaku mereka bertanya;
Sudahkah kau meraih puncak itu?
Sudah jawab ku.
Aku mendeskripsikannya dan disinilah puncak itu
Sebuah kesadaran untuk berhenti
Kesadaran untuk berkata cukup pada sebuah pengalaman kelabu.
Angin, puncak Bawakaraeng begitu sejuk gunung itu ia tetap disana sendiri, dan tidak butuh apa-apa.
-Antologipejalananarki-
tentang penulis:
Renaldi, akrab disapa Bolang, sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi keagamaan Islam Negeri IAIN Parepare, hobi sedang dirahasiakan,
“Semua langkah kaki dan gerak mata tak memiliki ruh, jika tak ada pengabadian” renald.